Selasa, November 25, 2008

Women Leadership

Kepemimpinan Wanita
Oleh: A Khudori Soleh
Dalam Islam, kedudukan dan hubungan antara laki-laki dan wanita telah jelas. “Sesungguhnya, Aku (Allah) tidak akan mensia-siakan amal orang-orang di antara kamu, laki-laki atau perempuan. Sebagian kamu adalah bagian dari yang lain...” (QS. Ali Imran, 195). “Siapa yang mengerjakan amal shaleh, maka Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik...” (QS. al-Nahl, 97). “Wanita adalah sisi yang seimbang dengan laki-laki”, sabda Rasul. Wanita "tidak berbeda" dengan laki-laki. Boleh saja mereka melakukan kegiatan-kegiatan di dalam atau di luar rumah. Namun, wanita --bagaimanapun-- adalah pemimpin anak-anaknya. Kehadirannya sangat diperlukan dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menumbuhkan serta memelihara perilaku kebajikan dalam diri anak-anaknya. Karena itu, jika seorang wanita "keluar rumah" diperlukan adanya jaminan-jaminan yang menjaga masa depan keluarga dan rumah tangganya. Dibutuhkan juga suasana yang bersih dan diliputi ketaqwaan, agar wanita dapat melaksanakan kegiatannya dengan aman.
Jika dalam sebuah kampus atau kantor ada 10 ribu mahasiswa atau pegawai misalnya, maka tidak ada salahnya jika setengah dari jumlah tersebut adalah kaum wanita. Yang penting, di sini berlaku norma-norma yang diajarkan syariat dan terjaganya semua batasan yang telah ditetapkan Allah. Tidak ada peluang untuk mesum atau terjadinya PIL (pria idaman lain) atau WIL (wanita idaman lain). Tidak ada pergaulan bebas dan tidak ada tempat untuk duduk berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya. “Itulah ketentuan Allah. Siapa yang melanggar batasan-batasan Allah, maka merekalah orang-orang yang dzalim”. (QS. al-Baqarah, 229).
Islam tidak memenjarakan wanita, mencekik kebebasannya atau menolak memberikan berbagai hak dan kewajibannya. Akan tetapi, Islam juga tidak menjadikan wanita seperti rumput tidak bertuan yang boleh diinjak-injak oleh siapapun. Sikap dan perbuatan menghinakan wanita adalah kejahatan. Sebaliknya, mendorong wanita ke lorong-lorong lepas dan bebas juga bukan perbuatan yang dapat ditoleransi.

Dipimpin Wanita, Hancur ?
Anggapan yang rendah terhadap wanita, di mana wanita hanya didudukkan di pos belakang, tidak boleh "keluar rumah" apalagi menduduki jabatan-jabatan tertentu, pada umumnya didasarkan atas hadits Rasul, “Tidak akan berhasil sesuatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada wanita". Atau didasarkan atas pemahaman suatu ayat “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan jangan kamu berhias dan bertingkah laku sebagaimana orang-orang jahiliyah...”. (QS. al-Ahzab, 33). Pemahaman-pemahaman seperti itu akhirnya dimanfaatkan oleh "orang lain" untuk menyerang Islam. Yaitu, bahwa Islam adalah agama kolot, tidak mengenal emansipasi dan seterusnya, dan Islam bertanggung jawab atas segala keruwetan dan pengekangan terhadap segala aktivitas wanita.
Menurut Muhammad al-Ghazali, salah seorang gerakan tokoh Ikhwanul Muslimin, hadits tersebut perlu dikaji ulang dan diletakkan pada proporsinya yang tepat. Sebab, kenyataannya, sekarang banyak dijumpai wanita, yang disamping berperan sebagai ibu-ibu yang berakhlak mulia, juga berhasil memegang jabatan puncak. Di beberapa negara Islam, kita kenal wanita-wanita pergerakan semisal Jehan Sadad (Mesir), Farah Diba' (Iran), Fathimah Jinnah (Pakistan) dan lain-lain. Mereka adalah pejuang-pejuang yang telah turut serta mendatangkan kemuliaan bagi bangsa dan agamanya. Di balik itu semua, mereka juga dikenal sebagai wanita-wanita yang baik agamanya.
Kita juga belum bisa melupakan sepak terjang seorang wanita Yahudi yang telah "berjasa" menimpakan kekalahan terhadap bangsa Arab, saat awal berdirinya negara Israel. Golda Meir, wanita yang menjadi Perdana Menteri Israel tahun 40-an teryata jauh lebih hebat dalam bidang politik dan militer dibanding puluhan politisi Arab yang berjenggot dan bersorban. Seorang Golda Meir telah mampu memimpin Israel untuk menyapu bersih barisan Arab dalam "perang enam hari" dan pertempuran-pertempuran setelahnya. Juga PM Indera Gandhi di India. Siasatnya telah memporak-porandakan kaum muslimin di benua India dan memaksa jenderal Yahya Khan mengakui kekalahan.
Di sini, di Indonesia, kita juga sering melihat para biarawati melaksanakan missi krestenisasi dengan penuh semangat, dedikasi dan keberanian. Dalam kegiatan-kegiatan internasional, banyak juga kegiatan mulia dan terhormat yang dilakukan kaum hawa. Kita tidak bisa menafikan kenyataan ini, meski di sisi lain berlangsung perbuatan wanita yang rendah dan tidak bermoral.
Hadits Rasul di atas, menurut al-Ghazali,berkenaan dengan negeri Persia dahulu. Waktu itu, ia diperintah oleh suatu sistem monarkhi yang bobrok, totaliter dan berada dalam ambang kehancuran. Mereka penyembah berhala. Keluarga kerajaan tidak mengenal sistem musyawarah dan tidak menghormati pendapat apapun yang bertentangan dengan mereka. Hubungan antar-mereka dan rakyat sangat buruk. Adakalanya seseorang harus membunuh ayah atau saudaranya demi mencapai idamannya dan rakyat harus tunduk patuh dengan segala kehianaan. Ketika pasukan Persia dipaksa mundur, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk menyerahkan kepemimpinan negara kepada seorang Jenderal yang piawai, yang mungkin dapat menahan kekalahan demi kekalahan. Akan tetapi, peganisme politik telah menjadikan rakyat dan negara sebagai harta warisan yang diterimakan kepada seorang wanita muda yang tidak tahu apa-apa. Dalam mengomentari keadaan itulah, Rasul yang bijak menyatakan hadits di atas, dan benar-benar untuk melukiskan keadaan waktu itu. Seandainnya sistem pemerintahan di Persia berdasarkan musyawarah, dan seandainya wanita yang menduduki singgasana kepemimpinan mereka adalah wanita-wanita seperti Golda Meir, Indira Gandhi, Margaret Teacher, dan seandainya orang-orang Persia tetap membiarkan kendali militer di tangan para jenderalnya, komentar Rasul tentu tidak akan seperti itu. Saat itu, surat al-Naml yang bercerita tentang Ratu Bilqis telah turun. Beliau tentu telah menjelaskan kepada para shahabat tentang ratu Bilqis, ratu negeri Saba' yang telah berhasil memimpin rakyatnya menuju kepada keimanan dan kesuksesan, dengan kecerdasan dan kearifannya. Mustahil Rasul membuat keputusan yang bertentangan dengan isi wahyu. Akan gagalkah suatu kaum yang menyerahkan urusan negera mereka kepada seorang wanita bijak seperti Bilqis? Wanita seperti itu jauh lebih mulia daripada laki-laki bersorban tetapi mengingkari nikmat Tuhan.
Perjuangan keagamaan dan sosial yang dilakukan kaum wanita non-Islam di sini juga mengingatkan kita pada perjuangan agung yang telah dilakukan para muslimah dahulu, demi membela Islam dan perkembangannya. Mereka ikut menanggung beban penderitaan dan keterasingan. Ikut berhijrah dan menegakkan sholat berjamaah dengan pergi ke masjid Nabi sampai bertahun-tahun. Dan ketika diperlukan tenaganya dalam peperangan, merekapun ikut berjihad.
Pada masa khulafaur Rasyidin, beberapa wanita ada juga yang ikut andil dalam pemerintahan. Al-Syaffa' (seorang wanita), misalnya, diangkat oleh khalifah Umar Ibn Khathab sebagai pengawas keuangan di pasar Madinah. Kekuasaannya meliputi semua orang yang beraktivitas di sana, laki-laki atau wanita. Dialah yang --ditempat itu-- menghalalkan apa yang halal dan mengharmkan yang haram, menegakkan keadilan dan mencegah kemungkaran. Kenyataan ini berlangsung sampai masa kejayaan Islam. Selama itu banyak wanita menjadi tokoh, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, hukum, seni maupun tasawuf.
Karena itu, saat ini, kaum muslimah atau santriwati tidak bisa lagi sekedar menerima sebagai “konco wingking” atau “suwargo nunut neroko katut”. Mereka juga harus berpendidikan tinggi, beraktivitas dan “keluar rumah” untuk ikut mendarmabaktikan kemampuannya demi kemajuan dan kejayaan Islam. Namun, bersamaan dengan semaraknya gaung emansipasi yang sering diselewengkan, maka dalam hal "penampilan" wanita ini harus dipilah. Wanita yang go public hanya dengan modal bodi dan kecantikan, mesti harus dicegah. Mereka tidak akan menambah kemajuan apa-apa, selain justru menjatuhkan martabat dan nilai-nilai kewanitaannya sendiri. Sebaliknya, wanita yang tampil ke depan untuk memimpin umat dan menegakkan keadilan, harus didukung. Sebab, yang tampil bukan ke-wanita-annya, tetapi ketegasan, kecerdasan dan keberaniannya.

Tulisan-Tulisan yang lain, klik disini

2 komentar:

Riema Ziezie Rabu, November 26, 2008  

sebuah pencerahan akal & hati yang bagus bro...makasih ya telah diingatkan dan dimotivasi untuk terus maju melakukan hal terbaik...tukeran link yuk

gönlümdengeçenler Rabu, Desember 03, 2008  

merhaba guzel bır akşam dileğiyle

Popular Posts

Guestbook Slide

Family Album

My Published Books

  © Blogger templates Islamic Philosophy by A Khudori Soleh Juni 2009

Back to TOP