Selasa, Januari 06, 2009

Made a Martyr for Awareness of Ummah

Renungan Hari Asyura
Berkorban Demi Kesadaran Umat
Oleh: A Khudori Soleh
Dalam kitab Dzurrah al-Nashihin dikatakan, ada tiga macam kesepuluhan yang dipilih Allah. Pertama, sepuluh yang terakhir bulan Ramadlan, karena di sana ada lailatul qadar. Kedua, sepuluh pertama dari bulan Dzul Hijjah, karena di sana ada ibadah haji, Tarwiyah, Arafah dan Idul Adha. Ketiga, sepuluh pertama bulan Muharram, karena di sana ada hari Asyura, hari kesepuluh bulan Muharram.
Tulisan ini tidak akan mendiskusikan tiga kesepuluhan tersebut, melainkan tragedi yang terjadi pada hari Asyura. Pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal dengan hari Asyura, pada tahun 60 H lalu, telah terjadi peristiwa tragis, di mana cucu kesayangan Rasul, Husain, bersama keluarga dan para shahabatnya dibantai oleh 5000 tentara yang juga mengaku pengikut Rasul dan mengharap syafaatnya.
Para ahli berbeda pendapat menilai peristiwa tersebut. Ada yang mengatakan, hal itu karena kesalahfahaman. Yaitu, kesalahfahaman antara Yazid dan Ibn Ziyad di satu sisi, dengan Husain di sisi yang lain. Ada juga yang menuduh karena Husain ingin merebut kekuasaan sehingga tumpas pemerintah.

Bukan Untuk Kekuasaan.
Sayyid Husein Muhammad Jufri, seorang Guru Besar Sejarah di American University, Beirut, menolak keras pendapat yang menyatakan bahwa tragedi terbunuhnya Husain karena rebutan kekuasaan. Tidak benar. Tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan akan hal itu. Mereka yang menyatakan Husain terbunuh karena merebut kekuasaan, berarti tidak memahami ajaran. Juga tidak memahami tarikh Islam.
Husain berangkat dari Makkah ke Kufah pada tanggal 8 Dzul-Hijjah 60 H/ 10 September 680 M, bersama dengan hanya 50 orang yang mampu memanggul senjata, selain anak-anak dan wanita. Bahkan menurut Ali Syariati, pemberangkatan itu dengan pemberitahuan sebelumnya, dan Husain sangat sadar akan apa yang bakal terjadi pada dirinya sesampainya di Kufah nanti. Sebab, saat itu, ia telah menerima kabar tentang dibunuhnya Muslim ibn Aqil dan Hanik ibn Urwah –orang kepercayaan Husain yang dikirim lebih dulu ke Kufah— juga Qais ibn Munsyir yang dibunuh oleh Ibn Ziyad, si gubernur Kufah. Husain juga mengetahui tentang ditempatkannya 4000 tentara di Qadisiyah –jalan umum yang menghubungkan Kufah dan Hijaz— dan dijaganya Kufah dengan ketat. Namun, Husain terus maju.
Sesampainya di Uzaib al-Hujainat, Husain diajak berlindung pada orang-orang Tayy, karena Kufah telah dikuasai musuh. Bahkan, Husain ditawari bantuan tentara Tayy untuk melabrak Ibn Ziyad, atau mendongkel Yazid di Damascus. Akan tetapi, Husain menolak. Bahkan, pada malam Asyura, malam terakhir sebelum pembantaian, Husain menganjurkan para shahabatnya –terlepas dari jumlah mereka yang tidak berarti— untuk meninggalkannya. Ia tidak ingin melibatkan orang lain.
Dengan melihat secara teliti seluruh rangkaian peristiwa sebelumnya, jelas tidak masuk akal jika perjalanan Husain untuk tujuan politik, atau untuk merebut kekuasaan. Bagaimana mungkin orang yang bertaruh dengan kekuasaan menolak janji dan tawaran dukungan? Bagaimana mungkin orang yang hendak memberontak memberitahukan terlebih dahulu rencana dan rute perjalanannya? Jika demikian, mengapa Husain tetap ngotot pergi ke Kufah?

Kesadaran Religius.
Husain dibesarkan dalam pusaran waktu pendiri Islam dan menerima cinta serta ketaqwaan pada jalan hidup Islam dari ayahnya. Dengan berlalunya waktu, ia melihat perubaan yang amat cepat pada masyarakat, berkenaan dengan perasaan keagamaan dan moral. Sepeninggalan Rasul dan Khulafaur Rasyidin, tampak mulai terjadi pergumulan alamiyah antara “aksi” dan “reaksi”. Yaitu, aksi progresif Islam Muhammad SAW yang berhasil menekan konservatisme Arab jahiliyah di satu sisi, dengan konservatisme Arab lama yang dihidupkan kembali sebagai rekasi oleh Muawiyah. Muawiyah, demi tujuan-tujuan politiknya semata, telah melakukan segala cara tanpa peduli dengan perasaan dan aturan agama. Dialah yang pertama memerintahkan --dengan paksa-- kepada semua khatib untuk mencaci Ali bersama keluarganya --lawan utama politik Muawiyah-- dari atas mimbar Jum'ah. Menggaji orang yang mampu menyampaikan hadits-hadits tentang keutamaan keluarga Utsman dan Muawiyah yang kemudian mendorong maraknya hadits palsu demi memperkuat kedudukannya, memisahkan antara sistem politik dari agama, membentuk sistem kerajaan atas nama agama dan lain-lain. (5).
Pada saat itu, dengan tampilnya Yazid, keadaan justru semakin parah. Konservatisme Arab yang termotori oleh karakter Yazid seolah muncul dengan kekuatan penuh dan cukup tangguh untuk menekan atau setidaknya menodai aksi Muhammad SAW. Yazid adalah seorang khalifah yang dikenal mempunyai track record moral yang tidak baik. Ia adalah orang pertama di antara khalifah yang meminum minuman keras di depan umum. Menghabiskan sebagian besar waktunya dengan musik dan penyanyi wanita. Ia pernah membangun kamar di atas Kakbah untuk bersenang-senang selama musim haji. (6)
Dalam sejarah pemerintahannya, “prestasi” Yazid memang ditulis dengan tinta merah. Kendati menjadi khalifah hanya 3 tahun 8 bulan, umat Islam dipenuhi darah dan air mata. Tahun pertama pemerintahannya, Yazid membantai cucu kesayangan Rasul, Husain ra, bersama keluarga dan shahabatnya di Karbala. Tahun kedua, menyerbu dan melakukan pembantaian massal di Madinah. Dalam pembantaian selama tiga hari di kota suci itu, ribuan masyarakat muslim menjadi kurban, dan tidak kurang dari 700 orang dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshar terbunuh. Tahun ketiga, menyerbu Makkah dan membakar Kakbah. (7) Melihat perangai Yazid seperti itu, Husain, sebagai cucu Rasul, bagaimanapun tidak bisa tinggal diam, apalagi menyetujui (ikut membaiat) Yazid sebagai khalifah. Persetujuan Husain terhadap Yazid, yang sikap reaksionernya jelas-jelas melanggar norma-norma Islam, tidak hanya berarti sebagai langkah politik sebagaimana dalam kasus Hasan --saudara laki-laki Husain-- dengan Muawiyah sebelumnya, tetapi juga berarti pengesahan terhadap sifat dan cara hidup Yazid. Hal itu tidak bisa dibayangkan bakal terjadi pada seorang keturunan Rasul yang sangat dijaga dan disucikan oleh Allah.(8)
Dengan maksud menghadang reaksi konservatisme Yazid itulah, Husain menyusun strateginya. Bukan dengan kekuatan militer tetapi melalui kebajikan keluarga dan kedudukannya sendiri. Husain ingin mempertaruhkan keluarga dan dirinya demi menggugah kesadaran religius umat. Husain tahu bahwa kemenangan yang dicapai dengan kekuatan militer hanya sementara, sebab kekuatan militer yang lebih tangguh akan melumpuhkannya. Sedang kemenangan yang dicapai melalui penderitaan dan pengorbanan akan abadi, meninggalkan bekas yang dalam dan akan tetap ada dalam kesadaran manusia. Selain itu, dalam kondisi umat yang tertekan dan “terganggu” nyala api Islamnya, kemenangan militer tidak akan berpengaruh banyak. Mereka perlu goncangan, sentakan hati dan perasaan. Dan itu hanya bisa dicapai melalui pengorbanan dan penderitaan.
Pemikiran seperti ini, menurut Jafri, (9) tidak sulit diterima jika kita paham mengapa Yesus merelakan diri di salib dan Socrates rela minum racun. Karena itulah, mengapa Husain tetap ngotot membawa kaum wanita dan anak-anak, kendati telah diingatkan oleh Ibn Abbas, Abdullah ibn Umar dan lainnya. Menyadari betapa brutalnya kekuatan reaksioner tersebut, Husain mengerti bahwa setelah membunuh dirinya, Bani Umayyah pasti akan menjadikan kaum wanita dan anak-anak sebagai tawanan, dan akan menyeret mereka disepanjang jalan Kufah ke Damascus. Kafilah tawanan dari anak cucu Rasul ini akan mengumumkan misi Husain, dan akan memaksa kaum muslimin untuk merenungi peristiwa yang terjadi. Hal itu akan membuat mereka berpikir tentang keseluruhan peristiwa, dan akan menyentakkan kesadaran mereka.
Perkiraan Husain tersebut ternyata sama sekali tidak meleset. Tepat pada hari Asyura, ia bersama keluarga dan shahabatnya dibantai tanpa kenal perikemanusian. Kepalanya dipenggal dan dikibarkan di ujung tombak untuk kemudian dibawa dan dipertontonkan di Kufah. Sedang para wanita dan anak-anak diarak keliling kota sebagai tawanan hina. Zainab, cucu Rasul saudara perempuan Husain, tidak tahan menerima perlakukan semacam ini. Ia berteriak-teriak histeris.
Wahai Muhammad! Wahai Muhammad! Malaikat surga mengirim rahmat dan salam atasmu. Tetapi ini Husainmu. Begitu terhina dan dipermalukan. Bersimbah darah dan terpotong-potong. Wahai Muhammad! Anak perempuanmu dijadikan tawanan dan keluargamu yang dibantai dibiarkan begitu saja, agar angin timur menutupi mereka dengan debu”.(10)

Batas Pemisah.
Husain ternyata berhasil dalam tujuan dan missinya. Pada saat-saat awal, pengorbanan Husain telah mengobarkan sentimen religius dan moral kaum “tawwabun”. Yaitu, orang-orang Kufah pendukung Imam Ahli al-Bait yang berapi-api mengundang Husain ke Iraq untuk memimpin mereka, tetapi tidak mampu membelanya ketika terjadi pembantaian. Mereka sangat menyesal atas kejadian tersebut. Demi menebus kelalaian dan untuk memperoleh pengampunan Tuhan, mereka merasa berkewajiban untuk melakukan pengorbanan yang sama sekaligus menuntut balas atas kematian Husain. (11)
Pada tahun-tahun berikutnya, kita juga mengenal orang-orang seperti Mukhtar al-Saqafi, para Imam keturunan Rasul, Abu Hanifah, Ahmad ibn Hanbal, Ibn Taimiyah, Ali Khumaini dan lain-lain. Mereka --sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing-- berjuang sekuat tenaga untuk membedakan dan membersihkan ajaran dan aqidah Islamiyah dari berbagai campuran, khurafat dan semua hal yang bisa merusak aksi Muhammad SAW. Dan api semangat yang ditiupkan Husain tersebut akan terus membara disetiap dada manusia muslim yang cinta dan berusaha memperjuangkan nasib keadilan dan kemurnian ajaran, dari tangan-tangan penguasa dzalim dan sewenang-wenang.
Itulah buah pengorbanan Husain. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana keadaan moral umat Islam jika Husain tidak menggoncang dan menyentil kesadaran keagamaan mereka. Cara hidup Yazid yang norak dan tidak pantas itu mungkin akan menjadi pola perilaku yang --dianggap-- biasa dan lumrah dalam masyarakat, karena didiamkan (disahkan dan dibenarkan) oleh cucu Rasul. Apalagi kenyataannya, pemerintah Yazid juga tegak (diakui) dalam --sejarah-- Islam, dan karakter para penguasa setelahnya tidak berbeda dengan perlakukan Yazid. Namun, pengorbanan Husain telah merubah perilaku dan pemikiran sebagian kaum muslimin, sehingga tampak beda, mana norma Islam yang sebenarnya dan mana karakter pribadi penguasa yang tidak Islami.

Daftar Rujukan
Usman ibn Hasan, Dzurrah al-Nasihin, 266-267.
2. Jafri, Dari Saqifah Sampai Imamah, 278.
Syariati, Syahadah, 71.
4. Jafri, Dari Saqifah Sampai Imamah, 278.
5. Ibid, 193; Thabathabai, Islam Syiah, 59; Abu Bakar Aceh, Syiah Rasionalisme Dalam Islam, 74-79.
6. Jahiz, Rasail, Risalah fi Bani Umayyah, 294; Mas’udi, Muruj al-Dzahab, III, 67; Ya’qubi, al-Tarikh, II, 228
7. Thabathabai, Islam Syiah, 61; Abu Bakar Aceh, Syiah Rasionalisme Dalam Islam, 78; Syarafuddin, Isu-Isu Penting Ikhtilaf Syiah Sunnah, 139-155.
8. QS. Al-Ahzab, 33. “Sesungguhnya, Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahli al-Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
9. Jafri, Dari Saqifah Sampai Imamah, 282
10. Thabari, Tarikh al-Rasul wa al-Mulk, II, 375.
11. Jafri, Dari Saqifah Sampai Imamah, 301-316.

Tulisan-tulisan lainnya, klik

6 komentar:

hudaya organization Rabu, Januari 07, 2009  

Artikel yang sangat bermanfaat terutama tentang pengorbanan Sayidinna Husain..Sangat bermanfaat :)

bhart Rabu, Januari 07, 2009  

Pemikiran seperti ini, menurut Jafri, tidak sulit diterima jika kita paham mengapa Yesus merelakan diri di salib dan Socrates rela minum racun."

apa maksudnya anda menganggap bahwa yesus rela disalib? tidakkah islam menerangkan jika yang disalib bukan Yesus/Isa a.s?

atau minum racun itu halal dan contoh yang baik?

walaupun misalnya hanya mereview sebuah buku pun, hendaklah saudara khudori memperhatikan apa yang akan dikonsumsi oleh ummat.
tentunya mas khudori sholeh tidak ingin ummat tambah tersesat bukan?

mohon tidak tersinggung ini sifatnya hanya mengingatkan. :) peace

The Virgin Queen: YonAndrogynous Jumat, Januari 09, 2009  

Hello, I am not Muslim but I have seen a video where a Christian Anglo-saxon male lived with an Islamic family of Michigan for 30 days, where he got a first hand perspective of Muslim and the Islamic culture. Most Americans stereotype about it and so while watching the "documentary", I learned that Christianity and Islam have some parallels. Both believe in one god, Jesus of Nazareth exist; the Islamic religion sees Jesus as a prophet where as Christianity teaches he is the son of God. I love most that the Islamic relgion is structured and teaches discipline. Thank you for your comment to my blog.
I hope I was used the word Islam correctly.
-Keyona, age 17

Irfan Tamwifi Sabtu, Januari 10, 2009  

Jadi ingat disertasi aja

Bahauddin Amyasi Minggu, Januari 11, 2009  

Membaca tulisan di atas, saya jadi teringat tentang buku "Zainab Srikandi Kabala". Entah siapa penulisnya, saya sudah lupa. Tetapi yang terpenting dari tulisn di atas adalah bahwa sebuah pengorbanan, ternyata tidak pernah sia-sia.

Mengenai "qiyas" atau analogi tentang YESUS dan SOCRATES di atas, saya pikir hanyalah sekedar metafora belaka. Bukan masalah "siapa yang disalib" dan "bagaimana hukum minum racun", tetapi jauh dari itu semua ada satu pelajaran berharga bahwa pengorbanan demi sebuah keyakinan dan komitmen yang kokoh, demi idealisme yang berkobar, selalu meninggalkan renungan sejarah yang teramat dalam...

Salam untuk semuanya...

Hilal Asyraf Minggu, Januari 11, 2009  

erm.... sebenarnya, kemusykilan yang besar dalam peristiwa karbala, dan persengketaan ali dan muawiyah, muawiyah dengan hassan, yazid dan hussain, adalah kerana muawiyah itu adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang dijanjikan syurga.

Kita meragui bahawa terdapat kesilapan catitan sejarah, atau ada agenda musuh untuk memporak perandakan ISLAM dari sisi ini.

Adalah amat mustahil muawiyah, salah seorang penulis wahyu yang diangkat sendiri oleh Rasulullah untuk bertindak sedemikian(menyebarkan hadith palsu dan sebagainya). Muawiyah sendiri telah memenuhi kretiria ahli syurga apabila Rasulullah SAW menyebut, siapa yang pertama sekali berperang di atas laut, maka kumpulan itu akan mendapat syurga, dan muawiyah adalah panglima kepada angkatan laut yang pertama itu(sila rujuk sejarah dan hadith untuk lebih detail)

jadi, mengambil kira posisi muawiyah yang juga sebagai salah seorang sahabat yang afdhol, kita sepatutnya mengambil jalan dengan mengkaji semula sumber2 sejarah yang benar.

ana minta maaf lah kerana mencelah. Sahabat-sahabat Nabi tidak maksum, tetapi mereka mempunyai kretiria mereka yang perlu kita hormati.

Popular Posts

Guestbook Slide

Family Album

My Published Books

  © Blogger templates Islamic Philosophy by A Khudori Soleh Juni 2009

Back to TOP